“CIPTAKAN DIGITAL (DETOKSIFIKASI INOVATIF GERAKAN INTERAKSI TANPA LAYAR) MENUJU PEMBELAJARAN ASYIK TANPA KETERGANTUNGAN LAYAR"
Fenomena ketergantungan terhadap alat digital, salah satunya adalah laptop telah menjadi tantangan besar dalam proses pendidikan di berbagai lembaga yang melaksanakan pembelajaran secara formal. Termasuk di sekolah dengan disiplinan tinggi seperti di SMAN 3 Taruna Angkasa Jawa Timur. Sepanjang pengamatan saya saat mengajar di setiap kelas menunjukkan bahwa taruna-taruni (siswanya) lebih sering tertarik pada layar laptop dibandingkan menyimak materi yang disampaikan oleh guru ataupun menjangkau teman-temannya. Bahkan saat guru masuk kelas terkadang tak diketahui juga tak disadari siswa saking asyik bermain laptop. Di samping itu, terlihat adanya sikap individualitas dan memudarnya rasa kepedulian terhadap sesama.
Sebagai salah satu guru baru di sekolah ini, saya merasakan banyak hal yang tidak sejalan dengan tujuan pembelajaran yang ingin saya wujudkan. Di saat Sosiologi sebagai mapel yang memiliki kekuatan saat diskusi, debat, interaksi, dan sosialisasi sosial, ternyata dengan kondisi kelas yang siswanya bergantung terhadap laptop banyak menimbulkan hal-hal yang kurang baik. Diskusi antar kelompok di kelas menjadi pasif, rendahnya keterlibatan emosional siswa, kurangnya kontak mata dan bahasa tubuh merupakan contohnya. Suasana kelas menjadi hambar, dimana suasana pembelajaran menjadi datar dan kurang energik karena kurangnya respon dan partisipasi aktif dari siswa. Secara pribadi, sayapun sebagai pengajar di kelas merasa tidak dihargai, kemudian terjadi kehilangan gairah mengajar, dan juga mengalami kelelahan mental saat mengajar para siswa yang tidak fokus pada materi pelajaran.
Dari situasi seperti ini, sebagai guru saya dapat merasakan bahwa tantangan bukan hanya soal manajemen kelas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap kualitas
Sosiologi merupakan salah satu mata pelajaran yang membutuhkan interaksi secara aktif, adanya diskusi mendalam tentang suatu topik pembahasan, dan juga observasi nyata dari kondisi sosial yang nyata. Ketergantungan pada layar laptop akan menghalangi siswa dalam membangun hubungan sosial, mengembangkan empati, dan berpikir kritis secara kolaboratif. Karena itulah menjadi bagian tugas guru bagaimana menciptakan pembelajaran yang inovatif dengan tidak hanya mengurangi waktu menatap layar laptop, tetapi juga mengubahnya menjadi energi positif untuk berinteraksi dan berkreativitas.
Memang kegiatan siswa yaitu para taruna taruni di SMAN 3 Taruna Angkasa memiliki sedikit perbedaan dengan siswa di sekolah reguler. Kedisiplinan, pelatihan fisik dan mental yang intensif, kehidupan di lingkungan asrama, berlakunya sistem hierarki, nilai-nilai kepemimpinan serta persaingan yang sehat adalah kehidupan keseharian yang tidak dapat dipisahkan di sekolah ini. Penggunaan barang elektronik seperti gadget, HP, juga laptop memiliki aturan dimana ada waktu-waktu tertentu siswa hanya bisa membukanya. Para siswa tidak bisa bebas seperti pada umumnya, karena semuanya membutuhkan surat ijin atau dispensasi yang ketat dari para pengasuh asrama juga wakil kepala sekolah bidang kesiswaan saat siswa membutuhkan barang elektronik untuk kegiatan. Bila melanggar pasti ada hukuman yang harus diterima siswa tersebut.
Saat pembelajaran adalah salah satu waktu yang diperbolehkan siswa membawa dan membuka laptopnya di kelas. Bagi mereka, kesempatan ini dianggap sebagai surganya dunia karena mereka bisa bermain, belajar, dan mengakses segala hal dengan laptopnya. Bila sudah kembali ke asrama maka laptop wajib dikembalikan ke pengasuh. Daripada itu tak bisa dipungkiri, siswa serasa tak bisa lepas dari laptopnya karena setelah hampir semalaman tidak membuka dan mereka juga tidak ingin ketinggalan informasi juga menyebarkan hobinya main game online . Itulah mengapa para siswa di SMAN 3 Taruna Angkasa seperti mengalami kecanduan digital/kecanduan internet. Ternyata hal ini berdampak juga pada saat pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan, hampir seharian dari pagi hingga sore hari pulang sekolah sebagian besar siswa kuat berinteraksi dengan layar laptop. Saya sebagai salah satu guru yang kurang setuju dengan metode pembelajaran yang harus disajikan dengan teknologi secara totalitas. Ada beberapa dampak negatif yang muncul saat dilaksanakan pembelajaran dengan teknologi lengkap . Agar tercapainya keseimbangan, maka saya berusaha menyampaikan materi dengan memanfaatkan teknologi layar dan juga metode tanpa layar. Metode tanpa layar itu dengan melakukan diskusi mendalam yang mengharuskan semua siswa di kelas wajib menutup laptopnya. Diawali dengan membuat bantuan kesepakatan kelas sehingga semua anggota kelas akan fokus pada komunikasi verbal, menyampaikan, dan memecahkan masalah kelompok tanpa layar. Pada saat sesi debat antar kelompok, maka semua anggota secara bergantian akan menyampaikan pemikiran kritisnya sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Disinilah diperlukan kerjasama, kolaboasi, dan komitmen antar anggota untuk dapat mempertanggungjawabkan segala argumentasinya. Bila kalah, maka seluruh anggota kelompok akan menerima sangsinya.
Untuk mendukung adanya DIGITAL (Detoksifikasi Inovatif Gerakan Tanpa Layar) sebagai guru saya juga mencoba menerapkan “Zona Bebas Distraksi” di kelas, dimana laptop siswa harus tertutup dan fokus penuh pada guru atau teman yang sedang berbicara di depan. Juga dibuat kesepakatan waktu-waktu tertentu laptop harus dimasukkan ke dalam tas. Bila ada yang melanggar maka juga telah ada kesepakatan konsekuensi yang harus diterima, yaitu bisa berupa pengurangan poin keaktifan, teguran pribadi, atau bisa menghapus ijin penggunaan laptop untuk sementara waktu.
Melaksanakan pembelajaran di luar kelas bagi saya juga merupakan salah satu langkah untuk mensukseskan program DIGITAL . Dengan mengajak siswa keluar kelas walaupun hanya icebreaking
merupakan langkah tepat meminimalisir ketergantungan terhadap layar laptop. Selain itu mengajak siswa keluar kelas untuk observasi, wawancara singkat dengan narasumber dan mengumpulkan data di lingkungan sekolah harus sering diterapkan agar kedepannya siswa tidak hanya pandai dalam teknologi tetapi juga memiliki rasa kepedulian terhadap sesama.
Setelah diterapkan DIGITAL , ternyata muncul keseimbangan dimana laptop memang menjadi sarana yang kuat dalam pembelajaran tetapi harus digunakan secara bijaksana dan terarah. Harus berani menyingkirkannya saat berinteraksi tatap muka belajar di kelas dan aktivitas non digital menjadi prioritas. Menanamkan kepada siswa bahwa pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran dimana seluruh siswa dapat terlibat secara mendalam dengan materi dan tanpa adanya filter digital. Sebagai guru yang menjadi motor penggerak, dengan adanya program DIGITAL ini mampu menjadi salah satu inovasi dalam mendesain metode pembelajaran yang menghadirkan pengalaman belajar aktif dan partisipatif tanpa godaan layar laptop. Bagi siswa sendiri, kedepannya mampu mengembangkan kesadaran diri dan mulai belajar mengatur penggunaan teknologi secara mandiri, karena hal ini adalah keterampilan hidup yang sangat krusial di era digital yang kompleks. Pendidikan di era digital seperti sekarang ini diharapkan mampu menyeimbangkan teknologi dengan penguatan esensi interaksi antar manusia dan juga pengembangan keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan kreativitas tidak selalu bergantung pada layar.
Oleh : Anna Rusmiyati, S. Sos, M.Pd
Guru SMAN 3 Taruna Angkasa Jawa Timur
Comments